MAKALAH FILSAFAT SAINS
“FILSUF-FILSUF PADA ZAMAN PERTENGAHAN”
|
Oleh :
Kelompok 6/ PSB 2011
Alita
Julian 113654216
Rissa
ardina 113654217
Ery
Nur Aida 113654218
Hesti
setiawati 113654219
Novitha
Dyah W. 113654220
Program Studi Pendidikan Sains
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
abad pertengahan berlangsung selama sepuluh abad, yakni sejak abad 6 masehi
hingga abad 16 masehi.Abad pertengahan dikenal juga dengan sebutan abad
kegelapan atau dark ages. Dikatakan sebagai abad kegelapan karena
pada masa ini filsafat dan pengetahuan terkungkung di bawah kekuasaan gereja.
Abad ini dikenal pula sebagai medieval (abad pertengahan),
yang mengantarai filsafat dan kebudayaan Yunani hingga masa renaisans. Filsafat
yang berkembang dikenal dengan filsafat skolastik atau filsafat patristik.
Masa Abad
Pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya
menggiring manusia kedalam kehidupan. Sistem kepercayaan yang picik dan
fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara mambabi buta. Karena itu
perkembangan ilmu pengetahuan terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja,
yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Masa abad
pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu : masa Patristik dan masa
Skolastik. Masa Skolastik terbagi menjadi : Skolastik Awal, Skolastik Puncak,
dan Skolastik Akhir.
Secara umum pada abad kegelapan ini corak pemikiran ditandai
dengan kemunduran peradaban Yunani dan mulai berkembangnya ajaran Kristen.
Dengan semakin diakuinya Kristen, filsafat mengalami kemunduran. Pada masa ini
dominasi dan otoritas agama menguasai segenap aspek perkembangan peradaban,
Corak filsafat yang dikembangkan ditujukan sebagai justifikasi terhadap
teologi.
Corak pemikiran Yunani yang
berkembang yaitu Platonisme dan stoisisme. Keduanya mewarnai pemahaman terhadap
ajaran agama. Ajaran filsuf besar Plato dan Aritoteles juga dimanfaatkan untuk
menjelaskan pemikiran-pemikiran filsafat pada permasalahan Tuhan, agama,
keyakinan, alam dan manusia dan persoalan keilmuan seperti bahasa, logika,
etika. Pergumulan antara ajaran agama dan pemikiran yang berlangsung selama
sepuluh abad menjadi corak dan latar belakang masa berikutnya, yaitu abad
pencerahan (aufklarung, renaissance).
BAB II
MASALAH
1.
Pandangan/aliran-aliran
filsafat manakah yang paling dominan pada zaman tersebut
2.
Bagaimanakah
proses penemuan pengetahuanatau ilmu pengetahuan sains pada zaman tersebut.
3.
Uraikan
konsep, hokum, teori yang diperdebatkan pada zaman tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pandangan-Pandangan/
Aliran Filsafat yang
Dominan dalam Sains
Pada Zaman Pertengahan
Pada zaman pertengahan
ini filsafat yang paling dominan
dalam
Sains antara lain,
yaitu :
1.
Roger Bacon
Roger Bacon adalah seorang ahli filsafat dan
ilmuwan, yang diperkirakan lahir di Ilchester, Inggris. Ia seorang yang gigih
dan cerdas, ia dapat mempelajari 4 cabang ilmu pengetahuan sekaligus : ilmu
ukur, ilmu hitung, ilmu musik dan ilmu binatang.
Bacon terkenal sebagai pembaharu di bidang percobaan
ilmiah. Tidak sebagai pencipta karya-karya berbobot serta asli. Begitu maju
pemikirannya hingga ia menyatakan
bahwa cahaya bergerak dengan pulsa dan tidak bergerak secara serta merta. Ia juga mengadakan penyelidikan penting
tentang cara kerja mata, mengadakan penyelidikan dengan cermin dan lensa. Hasilnya adalah “ia bisa mengemukakan teori tentang
teleskop tetapi tak pernah membuat teleskop satupun”.
Perhatian Bacon meluas ke pembbaharuan di bidang
mekanika. Ia menyatakan kemungkinan adanya kapal dan kendaraan bermesin. Dan
bahkan juga pesawat terbang.
2.
Muḥammad ibn Jābir al-Ḥarrānī
al-Battānī (Albategnius)
Albategnius adalah seorang cendekiawan di bidang
kimia dan matematika. Banyak menemukan berbagai hubungan trigonometri. Kitābnya
yang berjudul az-Zīj sering diambil sebagai referensi oleh astronomi abad
pertengahan, termasuk oleh Copernicus. menghasilkan table-tabel astronomi yang
luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya
tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun
1749 M.
3. Al
Farabi (870 M -950 M).
Al
Farabi adalah
seorang komentator filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia islam.
Kontribusinya terletak di berbagai bidang matematika, filosofi, pengobatan,
bahkan musik. Al- farabi telah membuat berbagai buku tentang sosiologi dan
sebuah buku penting dalam bidang musik, kitab Al-musiqa. Selain itu,
karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al- fadhilah (kota
atau Negara utama) yang membahas tentang pencapaian kebahagian melalui
kehidupan politik dan hubungan antara razim yang paling baik menurut pemahaman
dengan hukum ilahian Islam.
4. Al-Khawarizmi
(780 M – 850 M)
Hasil pemikiran berdampak besar pada
matematika, yang terangkum dalam buku pertamanyanya, Al-jabar, selain itu
karyanya adalah Al-kitab Al- mukhtasar fi hisab Al-jabr wa’al –
muqalaba (buku rangkuman untuk kulturasi dengan melengkapkan dan
menyeimbangkan), kitab surat Al-ard (Pemandanganan Bumi). Karyanya tersebut
sampai sekarang masih tersimpan di Strassberg, Jerman.
5.
Al – Kindi (801 M – 873
M)
Al
– Kindi bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan islam.
Al-kindi menuliskan banyak karya dalam bidabg goemetri , astronomi, aritmatika,
musik (yang dibangunya dari berbagai prinsip aritmatis), fisika, medis,
psikologi, meteorology, dan politik.
6.
Ibnu Sina ( 980 M – 1037 M )
Ia
di kenal sebagai A Vicenna di dunia barat. Ia adalah seorang
filsuf, ilmuwan, dan juga dokter. Bagi banyak orang beliau adalah bapak
pengobatan modern dan masih banyak lagi sebutan baginya yang berkaitan
dengan karya – karyanya di bidang kedokteran. Karyanya merupakan rujukan di
bidang kedokteran selama berabad – abad.
7.
Jabir Ibnu Hayyan atau
Gebert ( 721 M – 815 M )
Dia adalah seorang tokoh islam yang
mempelajari dan mengembangkan ilmu kimia.
8.
Al – Razi ( 856 M – 925 M )
Al
– Razi
yang dikenal dengan nama Razes. Seorang dokter klinis yang terbesar pada masa itu dan pernah
mengadakan suatu penelitian Al-kimi atau lebih dikenal dengan sebutan
ilmu kimia. Beliau menemukan
penyakit cacar dan membaginya menjadi cacar air (variola) dan cacar merah
(rougella). Beliau juga menemukan terapi tekanan darah tinggi dan penggunaan
kayu pengapit untuk patah tulang dan masih banyak lagi penemuannya.
Beliau mengarang Ensiklopedia ilmu kedokteran yang berjudul Contenens.
9.
Shen Kou ( 1031 M –
1095 M )
Shen
Kou
sorang ilmuwan cina yang pertama kali menggambarkan magnet
jarum-kompas yang digunakan untuk navigasi.
B.
Proses
Penemuan Pengetahuan pada zaman pertengahan
Zaman Pertengahan (Midle Age) ditandai dengan tampilnya
para theolog di bidang ilmu pengetahuan, sehingga aktivitas ilmiah terkait
dengan aktivitas keagamaan. Peradaban dunia Islam, terutama pada zaman Bani
Umayyah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad VII Masehi,
dan pada abad VIII Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran dan astronomi.
Pada zaman keemasan kebdayaan Islam telah medirikan penerjemahan berbagai karya
Yunani, serta menjadi pembuka jalan penggunaan pecahan decimal dan berbagai
konsep hitung lainnya.
Sekitar abad 600-700 M, kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam. Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang :
Sekitar abad 600-700 M, kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam. Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang :
i.
Menerjemahkan
peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskannya sehingga dapat dikenal dunia
Barat seperti sekarang ini.
ii.
Memperluas
pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia,
ilmu bumi dan ilmu tumbuh-tumbuhan
iii.
Menegaskan
sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
Perhubungan antara Timur dan Barat selama Perang Salib
sangat penting untuk perkembangan kebudayaan Eropa karena pada waktu ekspansi
bangsa Arab telah mengambil alih kebudayaan Byzantium, Persia dan Spanyol
sehingga tingkat kebudayaan Islam jauh lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa.
Ilmu-ilmu keislaman seperti tafsir, hadis, fiqih, usul
fiqih, dan teologi sudah berkembang sejak masa-masa awal Islam hingga sekarang.
Khusus dalam bidang teologi, Muktazilah dianggap sebagai pembawa
pemikiran-pemikiran rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional
berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M). Pemikiran ini dipengaruhi oleh
persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam
al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani
melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban
Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur
(Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).
W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika
Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu
pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar.
Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan
pertama kali ke Syiria, dan kemudian pada sekitar tahun 900 M– ke Baghdad.
Kolese Kristen Nestorian di Jundisyapur, pusat belajar yang paling penting,
melahirkan dokter-dokter istana Hārūn al-Rashīd dan penggantinya sepanjang
sekitar seratus tahun. Akibat kontak semacam ini, para khalifah dan para
pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu
pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan sejumlah buku
penting dapat diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada
abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan
al-Ma’mun (813-833 M). Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus
penerjemahan. Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran.
Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar
abad kesepuluh.
Buku-buku matematika dan astronomi adalah buku-buku yang
pertama kali diterjemahkan. Al-Khawarizmi (Algorismus atau Alghoarismus)
merupakan tokoh penting dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis
algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan untuk aljabar. Istilah
“algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya adalah rintisan pertama
dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan desimal seperti yang
ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-Khawarizmi dan para penerusnya
menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang
secara aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat
dari satu angka. Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin adalah al-Nayrizi atau Anaritius (w. 922 M) dan Ibn
al-Haytham atau Alhazen (w. 1039 M). Ibn al-Haytham menentang teori Eucleides
dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar
visual memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan
kebalikannya bahwa cahayalah yang memancar dari obyek ke mata. Di bidang
astronomi, al-Battani (Albategnius) menghasilkan table-tabel astronomi yang
luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya
tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun
1749 M. Selain al-Battānī, ada Jābir ibn Aflaḥ (Geber) dan al-Biṭruji
(Alpetragius). Jabir ibn Aflaḥ dikenal karena karyanya di bidang trigonometri
sperik. Di bidang astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-Majrīṭī (w.
1007 M), Ibn al-Samḥ, dan Ibn al-Ṣaffār. Ibn Abī al-Rijāl (Abenragel) di bidang
astrologi.
Dalam bidang kedokteran ada Abū Bakar Muḥammad ibn Zakariyya,
al-Razi atau Rhazes (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sina atau
Avicenna (w. 1037 M), Ibn Rushd atau Averroes (1126-1198 M), Abu al-Qasim
al-Zahrawi (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar (w. 1161 M). Al-Ḥawi karya
al-Razi merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu
kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan
pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan
Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan
menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu Sina sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan terus mendominasi
pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai akhir abad ke-16 M dan
seterusnya. Tulisan Abū al-Qasim al-Zahrawi tentang pembedahan (operasi) dan
alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang kedokteran.
Dalam bidang kimia ada Jabir ibn Ḥayyan (Geber) dan
al-Biruni (362-442 H/973-1050 M). Sebagian karya Jabir ibn Ḥayyan memaparkan
metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya.
Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang
belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya.
Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat
yang mencapai ketepatan tinggi.
Dalam bidang botani, zoologi, mineralogi, karya orang
Arab mencakup gambaran dan daftar berbagai macam tanaman, binatang, dan batuan.
Beberapa di antaranya memiliki kegunaan praktis, yakni ketika karya tersebut
dihubungkan dengan bidang farmakologi dan perawatan medis.
Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat
Islam juga menekuni logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Farabi (w. 950
M), Ibn Sina atau Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazali (w. 1111 M), Ibn Bajah atau
Avempace (w. 1138 M), Ibn Ṭufayl atau Abubacer (w. 1185 M), dan Ibn Rushd atau
Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī berjasa membuat
filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam
Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya
kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh al-Farabi. Al-Kindi sangat ingin
memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab,
seperti yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang
menolak pengetahuan asing. Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal
dalam filsafat Kristen daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah
berakhir, dalam filsafat Kristen dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa sangat
besar, bukan hanya terhadap para skolastik, tetapi juga pada sebagian besar
pemikir-pemikir bebas non-profesional, yang menentang keabadian dan disebut
Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para pengagumnya pertama-tama
adalah dari kalangan Franciscan dan di Universitas Paris. Rasionalisme Ibn
Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan dan mulai
membangun kembali peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad lamanya
yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau renaisans.
C. Konsep,
Hukum, Teori yang Diperdebatkan Pada Zaman Pertengahan
Sepanjang abad ke-13, sering sekali terjadi konflik yang
melibatkan Paus Gregory VII dengan Raja Henry IV, termasuk perubahan posisi
antara Paus Innocent IV dengan Raja Frederick II. Terjadi ketidak pahaman
mengenai konstitusi pemilihan Raja dan pangeran terpilih, dan persetujuan Paus,
serta mengenai hubungan antara kerajaan Inggris dengan kerajaan Perancis dan
Spanyol.
Kedudukan Paus dalam gereja juga menjadi kontroversi
karena Paus memberikan dukungan terhadap ‘mendicant orders’ dan hal itu semakin
meruncingkan oposisi dari uskup dan pendeta. Juga terjadi sengketa antara
otoritas gereja peraturan sekuler apakah pendeta dibebaskan dari pajak dan dari
pengadilan criminal umum, dan apakah uang yang dikumpulkan oleh gereja lokal
seharusnya digunakan oleh kepausan untuk membiayai pasukan Perang Salib melawan
Saracens tapi juga kampanye militer di Eropa.
Persengketaan semacam ini semakin meruncing di akhir
abad ke-13 ketika studi mengenai hukum, filosofi, dan teologi berada pada level
yang tinggi. Sampai pada abad ke-14, perdebatan yang rumit dan panjang terjadi
antara Paus Boniface VIII, Raja Philip dari Perancis, Paus John XXII, Raja Roma
‘Ludwig dari Bavaria’, orang-orang Perancis, dan Universitas Perancis. Hal ini
terjadi karena pakar teologi menciptakan banyak sekali perjanjian yang
mengkhawatirkan hubungan antara agama dan pemerintahan sekular, konstitusi
Gereja, konstitusi pemerintahan sekuler, yang pada akhirnya berujung pada hukum
dan filosifi pengikut Aristoteles.
Kekuasaan paus yang tidak terbatas menimbulkan banyak
sekali perdebatan sejak dulu sampai akhir abad pertengahan. Dua penulis yang
cukup berkontribusi adalah Thomas Aquinas dan Giles of Rome yang menganggap
bahwa kepausan berada di atas kerajaan. Sedangkan John of Paris, Marsilius of
Padua, dan William of Ockham, dengan tegas menantang hal ini.
1.
Thomas Aquinas
Thomas telah menelurkan beberapa tulisan mengenai
kekuasaan paus di Eropa. Tulisan pertamanya yaitu Scriptum super libros sentetiarum “ketika dua kekuasaan berkonflik, yang mana yang harus kita
patuhi?”. Jawaban yang muncul adalah, jika yang otoritas yang asli datang dari
yang lain, maka ketaatan yang semestinya adalah terhadap otoritas yang asli.
Misalnya kekuasaan pendeta yang diberikan oleh paus, maka yang harus dipatuhi
adalah paus.
Sedangkan, jika yang berkonflik adalah dua kekuasaan
yang tertinggi yakni gereja dan kerajaan, ketaatan harus diberikan terhadap
pemegang kekuasaan tertinggi melihat permasalahan itu apakah berkaitan dengan
spiritual atau duniawi. Hal ini dikarenakan bahwa baik kekuasaan spiritual
maupun duniawi berasal dari Tuhan. Masyarakat harus patuh pada paus dalam
persoalan yang menyangkut hal-hal yang telah ditentukan oleh Tuhan atau dengan
kata lain yang menyangkut urusan keagamaan. Di lain sisi, masyarakat harus
patuh terhadap kerajaan jika yang dipersengketakan adalah permasalahan sipil.
Namun, Thomas menambahkan bahwa kekuasaan spiritual dan
duniawi dipegang hanya oleh satu orang, paus, yang oleh Tuhan telah ditunjuk
sebagai perpanjangan tangannya di dunia untuk mengurusi urusan spiritual dan
duniawi. Pada level yang rendah, memang kekuasaan spiritual dan duniawi
dipegang oleh dua orang berbeda. Namun pada level yang lebih tinggi, kedua
kekuasaan ini dipegang oleh satu orang yaitu paus.
Tulisan keduanya, De regno,
menyatakan bahwa Negara (pemerintahan) bukanlah hal yang abadi alias akan
berakhir pada waktunya dan terdiri dari individu dengan tujuan masing-masing.
Negara ada untuk menjamin keamanan rakyatnya, keamanan yang dimaksud adalah
keamanan yang virtual yang nyata dan juga keamanan yang hakiki yaitu surga.
Kepausan menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia harus
mencapai keamanan hakiki, maka dari itu Tuhan membangun gereja di muka bumi
agar manusia bisa menerima bantuan khusus dari Tuhan (God’s special help)
berupa pengampunan. Gereja adalah agensi manusia dari Tuhan yang sengaja
dibangun agar manusia bisa lebih mudah meminta pengampunan dan melakukan pengorbanan
sebagai usaha penebusan dosa.
Di sinilah tugas Negara (pemerintah) untuk mengarahkan
rakyatnya agar mau mengejar surga yang dijanjikan. Bahkan gereja juga
menginginkan adanya pengaplikasian hukum gereja dalam kehidupan bermasyarakat
seperti, bunuh diri bagi yang bersalah dan pengorbanan untuk penebusan dosa.
Di era ini terdapat, hirarki antara gereja dan
pemerintah. Pemerintah hanya menginginkan tujuan kesejahteraan secara virtual,
fisik, dan nyata. Sedangkan tujuan akhir bukanlah itu melainkan surga dan hanya
bisa dicapai jika seseorang benar-benar taat pada agamanya (Kristen) .
Sehingga, peraturan sekuler harus ditetapkan oleh paus
karena hanya dialah yang bisa menyediakan jalan menuju tujuan akhir yang
tingkatannya lebih tinggi dibandingkan tujuan yang diberikan oleh Negara.
2.
Giles of Rome
Dalam tulisannya yang berjudul On Ecclesiastical Power (1302), Giles of Rome menyatakan bahwa kerajaan termasuk bangsawan
pemilik property, harus tunduk terhadap paus. “Dia (paus) yang menjadi hakim
atas segala hal seharusnya menjadi tuan atas segala hal yang dihakiminya,
termasuk pemerintah.”
Giles berpandangan bahwa memang ada beberapa hal yang
ditinggalkan Tuhan untuk diurusi oleh raja. Namun, Tuhan dapat mengintervensi
hal itu kapanpun Tuhan mau dengan mukjizat dan keajaiban yang dimiliki-Nya.
Jadi, paus membiarkan raja bertindak di bawah hukum virtual walaupun dia bisa
mengintervensi secara langsung dan nyata melalui “kekuasaan utuh” yang
dimilikinya.
Paus memiliki kekuasaan yang utuh yang bisa
mengintervensi apapun yang berkaitan dengan gereja secara langsung, hal ini
termasuk pemerintahan sekuler karena argument di atas memperlihatkan bahwa di
luar gereja tidak ada tuan. Sehingga, dualism yang dilakukan oleh paus memang
dikatakan murni sebagai tugas yang diberikan oleh Tuhan secara langsung untuk
menjadi wakil-Nya di muka bumi dan paus bisa melakukannya tanpa intervensi dari
pihak manapun.
3.
John of Paris
Salah satu penulis yang dengan lantang menentang
kekuasaan paus yang tidak berbatas dan mutlak adalah John of Paris dalam
tulisannya On
Royal and Papal Power (1302). Dia menolak anggapan
bahwa sejak paus dinobatkan sebagai pendeta wakil Tuhan, dimana Kristus adalah
Tuhan dan Tuhan adalah pemilik segalanya, maka serta merta paus adalah pemilik
dari segalanya. Pernyataan ini menghancurkan dua poin penting. Pertama, paus
adalah wakil Tuhan dalam wujud manusia (bukan sebagai Tuhan), dan Kristus
sebagai manusai bukanlah pemilik dari segalanya. Kedua, walaupun Kristus dalam
wujud manusia merupakan pemilik dari segalanya, Kristus tidak memberikan semua
kekuasaannya kepada wakilnya. Sehingga, tidak ada bukti nyata yang bisa
mendukung kekuasaan mutlaknya di muka bumi.
Tuhan adalah pemilik mutlak dari apa yang ada di akhirat
dan dunia. Namun di dunia, tidak manusia yang menjadi wakil Tuhan di kedua alam
tersebut. Pemerintah merupakan wakil Tuhan di dunia dan paus adalah wakil tuhan
di akhirat.
Mengenai anggapan bahwa ‘For he who judges a thing is
always lord of the thing he judged’, maka John beranggapan bahwa paus memiliki
juridiksi tersendiri dalam hal keagamaan. Sedangkan untuk hal property, paus
sama sekali tidak memiliki yuridiksi walaupun itu menyangkut property gereja.
Property merupakan milik pribadi, adapun komunitas (gereja) yang memiliki
property itu merupakan penerima dari individu yang memberikan hak propertinya
kepada komunitas tersebut. Seharusnya, gereja bisa menghargai pendonor bukan
menjadi pemilik atas hal itu. Kepala gereja hanyalah administrator, bukan
pemilik atas gereja tersebut.
Menurut John, kekuasaan duniawi bukan datang dari
kekuasaan spiritual melainkan langsung dari Tuhan. Sehingga, paus yang tugasnya
mengurusi urusan spiritual tidak berhak mencampuri urusan duniawi yang
dijalankan oleh kerajaan. Kekuasaan spiritual tidak boleh berlaku superior di
atas kekuasaan duniawi melainkan setara dan seimbang satu sama lain.
Pertanyaan utama mengenai hubungan antara kekuasaan
spiritual dan duniawi, Thomas Aquinas mendukung bahwa kepausan memiliki
kekuasaan yang mutlak, Giles menganggap bahwa semua kekuasaan legitimasi di
bumi dimiliki oleh paus, dan Marsilius menyatakan bahwa kekuasaan koersif
dimiliki oleh pemerintahan. William menyatakan bahwa paus memiliki kekuasaan
mutlak dalam urusan keagamaan dan bisa sewaktu-waktu melakukan intervensi jika
dianggap orang awam tidak bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
Namun ada pembahasan yang cukup menarik bahwa kekuasaan
tidak boleh dimiliki oleh orang yang tidak mempercayai Kristus. Baik itu raja
maupun pemerintahan di bawahnya harus sepenuhnya taat dan tunduk terhadap Kristus.
Sehingga, satu-satunya agama yang diperbolehkan ada pada masa itu adalah
Kristen.
Perdebatan yang menarik mengenai kekuasaan paus tidak
berhenti pada abad pertengahan saja namu terus berlanjut sampai zaman
pencerahan setelah gereja diturunkan kekuasaan yang dimilikinya. Pada masa
tradisional, sebelum abad pertengahan, fungsi pendeta hanya pada fungsi
duniawi. Beberapa penulis menginginkan pengembalian fungsi pendeta dan paus.
Namun di sisi lain, pergeseran kekuasaan sangat dipengaruhi oleh kondisi
politik kerajaan yang dipenuhi skandal serta pengkhianatan.
BAB
IV
KESIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan
Zaman ini ditandai dengan tampilnya pada theology di lapangan ilmu pengetahuan, dimana para ilmuan tersebut hampir semua
adalah para theolog, sehingga
aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi
ilmu pada masa itu adalah ancilla theologia yang artinya abdi agama (aktivitas
ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan). Antara
tahun 600-700 M yang menjadi obor kemajuan ilmu pengetahuan berada diperadapan
dunia Islam seperti dibidang ilmu kedokteran dan ilmu alam. Adapun tiga bidang
sumbangan sarjana Islam yaitu :
a) Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebar
luaskannya sedemikian rupa sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang
ini.
b) Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedoteran,
obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
c) Menegaskan system decimal dan dasar-dasar aljabar.
Pada zaman
pertengahan yang para ilmuwan sering namakan Abad Kegelapan (Sardiman , 1996:
76). Hal ini disebabkan perkembangan ilmu
pengetahuan yang sudah ada sejak zaman Yunani-Romawi menjadi terhenti di Eropa.
Pada waktu itu agama Kristen berkembang di Eropa. Kekuasaan gereja begitu
dominan dan sangat menentukan kehidupan di Eropa. Semua kehidupan harus diatur
dengan doktrin gereja atau hukum dan ketentuan Tuhan. Gereja tidak memberikan
kebebasan berpikir. Hal ini telah menyebabkan kemunduran bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
- Saran
Sudah banyak filsuf-filsuf yang ahli dalam ilmu pengetahuannya.
Diantara perdebatan-perdebatan tersebut, dari pandangan ajaran Islam sebaiknya
lebih baik tidak mengacu pada segala pendapat mengenai keberadaan dan kedudukan
Tuhan karena seperti yang kita ketahui bahwa keberadaan Tuhan itu mutlak adanya
dan memiliki kekuasaan tebesar dan penuh.
Dalam segi Ilmu pengetahuan, seharusnya pada zaman
pertengahan tersebut lebih menitik beratkan pada perkembangan ilmu pengetahuan
menuju zaman selanjutnya karena pada zaman pertengahan ini telah banyak
filsuf-filsuf yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar