Daftar Blog Saya

Kamis, 04 Oktober 2012


MAKALAH FILSAFAT SAINS
“FILSUF-FILSUF PADA ZAMAN PERTENGAHAN”

 







Oleh :
Kelompok 6/ PSB 2011
                                    Alita Julian                          113654216
                                    Rissa ardina                         113654217
                                    Ery Nur Aida                       113654218 
                                    Hesti setiawati                    113654219
                                    Novitha Dyah W.                113654220

Program Studi Pendidikan Sains
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya
2012



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Pada abad pertengahan berlangsung selama sepuluh abad, yakni sejak abad 6 masehi hingga abad 16 masehi.Abad pertengahan dikenal juga dengan sebutan abad kegelapan atau dark ages. Dikatakan sebagai abad kegelapan karena pada masa ini filsafat dan pengetahuan terkungkung di bawah kekuasaan gereja. Abad ini dikenal pula sebagai medieval (abad pertengahan), yang mengantarai filsafat dan kebudayaan Yunani hingga masa renaisans. Filsafat yang berkembang dikenal dengan filsafat skolastik atau filsafat patristik.
Masa Abad Pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia kedalam kehidupan. Sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara mambabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Masa abad pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu : masa Patristik dan masa Skolastik. Masa Skolastik terbagi menjadi : Skolastik Awal, Skolastik Puncak, dan Skolastik Akhir.
Secara umum pada abad kegelapan ini corak pemikiran ditandai dengan kemunduran peradaban Yunani dan mulai berkembangnya ajaran Kristen. Dengan semakin diakuinya Kristen, filsafat mengalami kemunduran. Pada masa ini dominasi dan otoritas agama menguasai segenap aspek perkembangan peradaban, Corak filsafat yang dikembangkan ditujukan sebagai justifikasi terhadap teologi.
Corak pemikiran Yunani yang berkembang yaitu Platonisme dan stoisisme. Keduanya mewarnai pemahaman terhadap ajaran agama. Ajaran filsuf besar Plato dan Aritoteles juga dimanfaatkan untuk menjelaskan pemikiran-pemikiran filsafat pada permasalahan Tuhan, agama, keyakinan, alam dan manusia dan persoalan keilmuan seperti bahasa, logika, etika. Pergumulan antara ajaran agama dan pemikiran yang berlangsung selama sepuluh abad menjadi corak dan latar belakang masa berikutnya, yaitu abad pencerahan (aufklarung, renaissance).

BAB II
MASALAH

1.               Pandangan/aliran-aliran filsafat manakah yang paling dominan pada zaman tersebut
2.               Bagaimanakah proses penemuan pengetahuanatau ilmu pengetahuan sains pada zaman tersebut.
3.               Uraikan konsep, hokum, teori yang diperdebatkan pada zaman tersebut
















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pandangan-Pandangan/ Aliran Filsafat yang Dominan dalam Sains Pada Zaman Pertengahan
Pada zaman pertengahan ini filsafat yang paling dominan dalam Sains antara lain, yaitu :
1.      Roger Bacon
Roger Bacon adalah seorang ahli filsafat dan ilmuwan, yang diperkirakan lahir di Ilchester, Inggris. Ia seorang yang gigih dan cerdas, ia dapat mempelajari 4 cabang ilmu pengetahuan sekaligus : ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu musik dan ilmu binatang.
Bacon terkenal sebagai pembaharu di bidang percobaan ilmiah. Tidak sebagai pencipta karya-karya berbobot serta asli. Begitu maju pemikirannya hingga ia menyatakan bahwa cahaya bergerak dengan pulsa dan tidak bergerak secara serta merta. Ia juga mengadakan penyelidikan penting tentang cara kerja mata, mengadakan penyelidikan dengan cermin dan lensa. Hasilnya adalah ia bisa mengemukakan teori tentang teleskop tetapi tak pernah membuat teleskop satupun”. Perhatian Bacon meluas ke pembbaharuan di bidang mekanika. Ia menyatakan kemungkinan adanya kapal dan kendaraan bermesin. Dan bahkan juga pesawat terbang.
2.         Muḥammad ibn Jābir al-Ḥarrānī al-Battānī (Albategnius)
Albategnius adalah seorang cendekiawan di bidang kimia dan matematika. Banyak menemukan berbagai hubungan trigonometri. Kitābnya yang berjudul az-Zīj sering diambil sebagai referensi oleh astronomi abad pertengahan, termasuk oleh Copernicus. menghasilkan table-tabel astronomi yang luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun 1749 M.
3.      Al Farabi (870 M -950 M).
Al Farabi adalah seorang komentator filsafat  Yunani yang sangat ulung di dunia islam. Kontribusinya terletak di berbagai bidang matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al- farabi telah membuat berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, kitab Al-musiqa. Selain itu, karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al- fadhilah (kota atau Negara utama) yang membahas tentang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara razim yang paling baik menurut pemahaman dengan hukum ilahian Islam.
4.      Al-Khawarizmi (780 M – 850 M)
Hasil pemikiran berdampak besar pada matematika, yang terangkum dalam buku pertamanyanya, Al-jabar, selain itu karyanya adalah Al-kitab Al- mukhtasar  fi hisab Al-jabr  wa’al – muqalaba (buku rangkuman untuk kulturasi dengan melengkapkan dan menyeimbangkan), kitab surat Al-ard (Pemandanganan Bumi). Karyanya tersebut sampai sekarang masih tersimpan di Strassberg, Jerman.
5.      Al – Kindi (801 M – 873 M)
Al – Kindi bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan islam. Al-kindi menuliskan banyak karya dalam bidabg goemetri , astronomi, aritmatika, musik (yang dibangunya dari berbagai prinsip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorology, dan politik.
6.      Ibnu Sina ( 980 M – 1037 M )
Ia di kenal sebagai A Vicenna di dunia barat.  Ia adalah seorang  filsuf, ilmuwan, dan juga dokter. Bagi banyak orang beliau adalah bapak pengobatan modern dan masih banyak lagi sebutan baginya yang berkaitan dengan karya – karyanya di bidang kedokteran. Karyanya merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad – abad.
7.      Jabir Ibnu Hayyan atau Gebert ( 721 M – 815 M )
Dia adalah seorang tokoh islam yang mempelajari dan mengembangkan ilmu kimia.
8.      Al – Razi ( 856 M – 925 M )
Al – Razi yang dikenal dengan nama Razes. Seorang dokter  klinis yang terbesar pada masa itu dan pernah mengadakan suatu penelitian  Al-kimi atau lebih dikenal dengan sebutan ilmu kimia. Beliau menemukan penyakit cacar dan membaginya menjadi cacar air (variola) dan cacar merah (rougella). Beliau juga menemukan terapi tekanan darah tinggi dan penggunaan kayu pengapit untuk patah tulang dan masih banyak lagi penemuannya. Beliau mengarang Ensiklopedia ilmu kedokteran yang berjudul Contenens.
9.      Shen Kou ( 1031 M – 1095 M )
Shen Kou sorang ilmuwan cina yang pertama kali menggambarkan  magnet jarum-kompas yang digunakan untuk navigasi.


B.     Proses Penemuan Pengetahuan pada zaman pertengahan
Zaman Pertengahan (Midle Age) ditandai dengan tampilnya para theolog di bidang ilmu pengetahuan, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Peradaban dunia Islam, terutama pada zaman Bani Umayyah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad VII Masehi, dan pada abad VIII Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran dan astronomi. Pada zaman keemasan kebdayaan Islam telah medirikan penerjemahan berbagai karya Yunani, serta menjadi pembuka jalan penggunaan pecahan decimal dan berbagai konsep hitung lainnya.
Sekitar abad 600-700 M, kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam. Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang :
i.                      Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskannya sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini.
ii.                    Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi dan ilmu tumbuh-tumbuhan
iii.                  Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
Perhubungan antara Timur dan Barat selama Perang Salib sangat penting untuk perkembangan kebudayaan Eropa karena pada waktu ekspansi bangsa Arab telah mengambil alih kebudayaan Byzantium, Persia dan Spanyol sehingga tingkat kebudayaan Islam jauh lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa.
Ilmu-ilmu keislaman seperti tafsir, hadis, fiqih, usul fiqih, dan teologi sudah berkembang sejak masa-masa awal Islam hingga sekarang. Khusus dalam bidang teologi, Muktazilah dianggap sebagai pembawa pemikiran-pemikiran rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M). Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).
W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian pada sekitar tahun 900 M– ke Baghdad. Kolese Kristen Nestorian di Jundisyapur, pusat belajar yang paling penting, melahirkan dokter-dokter istana Hārūn al-Rashīd dan penggantinya sepanjang sekitar seratus tahun. Akibat kontak semacam ini, para khalifah dan para pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan sejumlah buku penting dapat diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-Ma’mun (813-833 M). Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan. Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.
Buku-buku matematika dan astronomi adalah buku-buku yang pertama kali diterjemahkan. Al-Khawarizmi (Algorismus atau Alghoarismus) merupakan tokoh penting dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan untuk aljabar. Istilah “algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya adalah rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan desimal seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-Khawarizmi dan para penerusnya menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang secara aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat dari satu angka. Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah al-Nayrizi atau Anaritius (w. 922 M) dan Ibn al-Haytham atau Alhazen (w. 1039 M). Ibn al-Haytham menentang teori Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar visual memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan kebalikannya bahwa cahayalah yang memancar dari obyek ke mata. Di bidang astronomi, al-Battani (Albategnius) menghasilkan table-tabel astronomi yang luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun 1749 M. Selain al-Battānī, ada Jābir ibn Aflaḥ (Geber) dan al-Biṭruji (Alpetragius). Jabir ibn Aflaḥ dikenal karena karyanya di bidang trigonometri sperik. Di bidang astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-Majrīṭī (w. 1007 M), Ibn al-Samḥ, dan Ibn al-Ṣaffār. Ibn Abī al-Rijāl (Abenragel) di bidang astrologi.
Dalam bidang kedokteran ada Abū Bakar Muḥammad ibn Zakariyya, al-Razi atau Rhazes (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sina atau Avicenna (w. 1037 M), Ibn Rushd atau Averroes (1126-1198 M), Abu al-Qasim al-Zahrawi (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar (w. 1161 M). Al-Ḥawi karya al-Razi merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu Sina sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan Abū al-Qasim al-Zahrawi tentang pembedahan (operasi) dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang kedokteran.
Dalam bidang kimia ada Jabir ibn Ḥayyan (Geber) dan al-Biruni (362-442 H/973-1050 M). Sebagian karya Jabir ibn Ḥayyan memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi.
Dalam bidang botani, zoologi, mineralogi, karya orang Arab mencakup gambaran dan daftar berbagai macam tanaman, binatang, dan batuan. Beberapa di antaranya memiliki kegunaan praktis, yakni ketika karya tersebut dihubungkan dengan bidang farmakologi dan perawatan medis.
Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Farabi (w. 950 M), Ibn Sina atau Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazali (w. 1111 M), Ibn Bajah atau Avempace (w. 1138 M), Ibn Ṭufayl atau Abubacer (w. 1185 M), dan Ibn Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh al-Farabi. Al-Kindi sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak pengetahuan asing. Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal dalam filsafat Kristen daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah berakhir, dalam filsafat Kristen dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa sangat besar, bukan hanya terhadap para skolastik, tetapi juga pada sebagian besar pemikir-pemikir bebas non-profesional, yang menentang keabadian dan disebut Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para pengagumnya pertama-tama adalah dari kalangan Franciscan dan di Universitas Paris. Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau renaisans.

C.    Konsep, Hukum, Teori yang Diperdebatkan Pada Zaman Pertengahan
Sepanjang abad ke-13, sering sekali terjadi konflik yang melibatkan Paus Gregory VII dengan Raja Henry IV, termasuk perubahan posisi antara Paus Innocent IV dengan Raja Frederick II. Terjadi ketidak pahaman mengenai konstitusi pemilihan Raja dan pangeran terpilih, dan persetujuan Paus, serta mengenai hubungan antara kerajaan Inggris dengan kerajaan Perancis dan Spanyol.
Kedudukan Paus dalam gereja juga menjadi kontroversi karena Paus memberikan dukungan terhadap ‘mendicant orders’ dan hal itu semakin meruncingkan oposisi dari uskup dan pendeta. Juga terjadi sengketa antara otoritas gereja peraturan sekuler apakah pendeta dibebaskan dari pajak dan dari pengadilan criminal umum, dan apakah uang yang dikumpulkan oleh gereja lokal seharusnya digunakan oleh kepausan untuk membiayai pasukan Perang Salib melawan Saracens tapi juga kampanye militer di Eropa.
Persengketaan semacam ini semakin meruncing di akhir abad ke-13 ketika studi mengenai hukum, filosofi, dan teologi berada pada level yang tinggi. Sampai pada abad ke-14, perdebatan yang rumit dan panjang terjadi antara Paus Boniface VIII, Raja Philip dari Perancis, Paus John XXII, Raja Roma ‘Ludwig dari Bavaria’, orang-orang Perancis, dan Universitas Perancis. Hal ini terjadi karena pakar teologi menciptakan banyak sekali perjanjian yang mengkhawatirkan hubungan antara agama dan pemerintahan sekular, konstitusi Gereja, konstitusi pemerintahan sekuler, yang pada akhirnya berujung pada hukum dan filosifi pengikut Aristoteles.
Kekuasaan paus yang tidak terbatas menimbulkan banyak sekali perdebatan sejak dulu sampai akhir abad pertengahan. Dua penulis yang cukup berkontribusi adalah Thomas Aquinas dan Giles of Rome yang menganggap bahwa kepausan berada di atas kerajaan. Sedangkan John of Paris, Marsilius of Padua, dan William of Ockham, dengan tegas menantang hal ini.
1.        Thomas Aquinas
Thomas telah menelurkan beberapa tulisan mengenai kekuasaan paus di Eropa. Tulisan pertamanya yaitu Scriptum super libros sentetiarum “ketika dua kekuasaan berkonflik, yang mana yang harus kita patuhi?”. Jawaban yang muncul adalah, jika yang otoritas yang asli datang dari yang lain, maka ketaatan yang semestinya adalah terhadap otoritas yang asli. Misalnya kekuasaan pendeta yang diberikan oleh paus, maka yang harus dipatuhi adalah paus.
Sedangkan, jika yang berkonflik adalah dua kekuasaan yang tertinggi yakni gereja dan kerajaan, ketaatan harus diberikan terhadap pemegang kekuasaan tertinggi melihat permasalahan itu apakah berkaitan dengan spiritual atau duniawi. Hal ini dikarenakan bahwa baik kekuasaan spiritual maupun duniawi berasal dari Tuhan. Masyarakat harus patuh pada paus dalam persoalan yang menyangkut hal-hal yang telah ditentukan oleh Tuhan atau dengan kata lain yang menyangkut urusan keagamaan. Di lain sisi, masyarakat harus patuh terhadap kerajaan jika yang dipersengketakan adalah permasalahan sipil.
Namun, Thomas menambahkan bahwa kekuasaan spiritual dan duniawi dipegang hanya oleh satu orang, paus, yang oleh Tuhan telah ditunjuk sebagai perpanjangan tangannya di dunia untuk mengurusi urusan spiritual dan duniawi. Pada level yang rendah, memang kekuasaan spiritual dan duniawi dipegang oleh dua orang berbeda. Namun pada level yang lebih tinggi, kedua kekuasaan ini dipegang oleh satu orang yaitu paus.
Tulisan keduanya, De regno, menyatakan bahwa Negara (pemerintahan) bukanlah hal yang abadi alias akan berakhir pada waktunya dan terdiri dari individu dengan tujuan masing-masing. Negara ada untuk menjamin keamanan rakyatnya, keamanan yang dimaksud adalah keamanan yang virtual yang nyata dan juga keamanan yang hakiki yaitu surga.
Kepausan menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia harus mencapai keamanan hakiki, maka dari itu Tuhan membangun gereja di muka bumi agar manusia bisa menerima bantuan khusus dari Tuhan (God’s special help) berupa pengampunan. Gereja adalah agensi manusia dari Tuhan yang sengaja dibangun agar manusia bisa lebih mudah meminta pengampunan dan melakukan pengorbanan sebagai usaha penebusan dosa.
Di sinilah tugas Negara (pemerintah) untuk mengarahkan rakyatnya agar mau mengejar surga yang dijanjikan. Bahkan gereja juga menginginkan adanya pengaplikasian hukum gereja dalam kehidupan bermasyarakat seperti, bunuh diri bagi yang bersalah dan pengorbanan untuk penebusan dosa.
Di era ini terdapat, hirarki antara gereja dan pemerintah. Pemerintah hanya menginginkan tujuan kesejahteraan secara virtual, fisik, dan nyata. Sedangkan tujuan akhir bukanlah itu melainkan surga dan hanya bisa dicapai jika seseorang benar-benar taat pada agamanya (Kristen) .
Sehingga, peraturan sekuler harus ditetapkan oleh paus karena hanya dialah yang bisa menyediakan jalan menuju tujuan akhir yang tingkatannya lebih tinggi dibandingkan tujuan yang diberikan oleh Negara.
2.        Giles of Rome
Dalam tulisannya yang berjudul On Ecclesiastical Power (1302), Giles of Rome menyatakan bahwa kerajaan termasuk bangsawan pemilik property, harus tunduk terhadap paus. “Dia (paus) yang menjadi hakim atas segala hal seharusnya menjadi tuan atas segala hal yang dihakiminya, termasuk pemerintah.”
Giles berpandangan bahwa memang ada beberapa hal yang ditinggalkan Tuhan untuk diurusi oleh raja. Namun, Tuhan dapat mengintervensi hal itu kapanpun Tuhan mau dengan mukjizat dan keajaiban yang dimiliki-Nya. Jadi, paus membiarkan raja bertindak di bawah hukum virtual walaupun dia bisa mengintervensi secara langsung dan nyata melalui “kekuasaan utuh” yang dimilikinya.
Paus memiliki kekuasaan yang utuh yang bisa mengintervensi apapun yang berkaitan dengan gereja secara langsung, hal ini termasuk pemerintahan sekuler karena argument di atas memperlihatkan bahwa di luar gereja tidak ada tuan. Sehingga, dualism yang dilakukan oleh paus memang dikatakan murni sebagai tugas yang diberikan oleh Tuhan secara langsung untuk menjadi wakil-Nya di muka bumi dan paus bisa melakukannya tanpa intervensi dari pihak manapun.
3.        John of Paris
Salah satu penulis yang dengan lantang menentang kekuasaan paus yang tidak berbatas dan mutlak adalah John of Paris dalam tulisannya On Royal and Papal Power (1302). Dia menolak anggapan bahwa sejak paus dinobatkan sebagai pendeta wakil Tuhan, dimana Kristus adalah Tuhan dan Tuhan adalah pemilik segalanya, maka serta merta paus adalah pemilik dari segalanya. Pernyataan ini menghancurkan dua poin penting. Pertama, paus adalah wakil Tuhan dalam wujud manusia (bukan sebagai Tuhan), dan Kristus sebagai manusai bukanlah pemilik dari segalanya. Kedua, walaupun Kristus dalam wujud manusia merupakan pemilik dari segalanya, Kristus tidak memberikan semua kekuasaannya kepada wakilnya. Sehingga, tidak ada bukti nyata yang bisa mendukung kekuasaan mutlaknya di muka bumi.
Tuhan adalah pemilik mutlak dari apa yang ada di akhirat dan dunia. Namun di dunia, tidak manusia yang menjadi wakil Tuhan di kedua alam tersebut. Pemerintah merupakan wakil Tuhan di dunia dan paus adalah wakil tuhan di akhirat.
Mengenai anggapan bahwa ‘For he who judges a thing is always lord of the thing he judged’, maka John beranggapan bahwa paus memiliki juridiksi tersendiri dalam hal keagamaan. Sedangkan untuk hal property, paus sama sekali tidak memiliki yuridiksi walaupun itu menyangkut property gereja. Property merupakan milik pribadi, adapun komunitas (gereja) yang memiliki property itu merupakan penerima dari individu yang memberikan hak propertinya kepada komunitas tersebut. Seharusnya, gereja bisa menghargai pendonor bukan menjadi pemilik atas hal itu. Kepala gereja hanyalah administrator, bukan pemilik atas gereja tersebut.
Menurut John, kekuasaan duniawi bukan datang dari kekuasaan spiritual melainkan langsung dari Tuhan. Sehingga, paus yang tugasnya mengurusi urusan spiritual tidak berhak mencampuri urusan duniawi yang dijalankan oleh kerajaan. Kekuasaan spiritual tidak boleh berlaku superior di atas kekuasaan duniawi melainkan setara dan seimbang satu sama lain.
Pertanyaan utama mengenai hubungan antara kekuasaan spiritual dan duniawi, Thomas Aquinas mendukung bahwa kepausan memiliki kekuasaan yang mutlak, Giles menganggap bahwa semua kekuasaan legitimasi di bumi dimiliki oleh paus, dan Marsilius menyatakan bahwa kekuasaan koersif dimiliki oleh pemerintahan. William menyatakan bahwa paus memiliki kekuasaan mutlak dalam urusan keagamaan dan bisa sewaktu-waktu melakukan intervensi jika dianggap orang awam tidak bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
Namun ada pembahasan yang cukup menarik bahwa kekuasaan tidak boleh dimiliki oleh orang yang tidak mempercayai Kristus. Baik itu raja maupun pemerintahan di bawahnya harus sepenuhnya taat dan tunduk terhadap Kristus. Sehingga, satu-satunya agama yang diperbolehkan ada pada masa itu adalah Kristen.
Perdebatan yang menarik mengenai kekuasaan paus tidak berhenti pada abad pertengahan saja namu terus berlanjut sampai zaman pencerahan setelah gereja diturunkan kekuasaan yang dimilikinya. Pada masa tradisional, sebelum abad pertengahan, fungsi pendeta hanya pada fungsi duniawi. Beberapa penulis menginginkan pengembalian fungsi pendeta dan paus. Namun di sisi lain, pergeseran kekuasaan sangat dipengaruhi oleh kondisi politik kerajaan yang dipenuhi skandal serta pengkhianatan.



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
  1. Kesimpulan
Zaman ini ditandai dengan tampilnya pada theology di lapangan ilmu pengetahuan, dimana para ilmuan tersebut hampir semua adalah para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa itu adalah ancilla theologia yang artinya abdi agama (aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan). Antara tahun 600-700 M yang menjadi obor kemajuan ilmu pengetahuan berada diperadapan dunia Islam seperti dibidang ilmu kedokteran dan ilmu alam. Adapun tiga bidang sumbangan sarjana Islam yaitu :
a)      Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebar luaskannya sedemikian rupa sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini.
b)      Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedoteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
c)      Menegaskan system decimal dan dasar-dasar aljabar.
Pada  zaman pertengahan yang para ilmuwan sering namakan Abad Kegelapan (Sardiman , 1996: 76). Hal ini disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan yang sudah ada sejak zaman Yunani-Romawi menjadi terhenti di Eropa. Pada waktu itu agama Kristen berkembang di Eropa. Kekuasaan gereja begitu dominan dan sangat menentukan kehidupan di Eropa. Semua kehidupan harus diatur dengan doktrin gereja atau hukum dan ketentuan Tuhan. Gereja tidak memberikan kebebasan berpikir. Hal ini telah menyebabkan kemunduran bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

  1. Saran
Sudah banyak filsuf-filsuf yang ahli dalam ilmu pengetahuannya. Diantara perdebatan-perdebatan tersebut, dari pandangan ajaran Islam sebaiknya lebih baik tidak mengacu pada segala pendapat mengenai keberadaan dan kedudukan Tuhan karena seperti yang kita ketahui bahwa keberadaan Tuhan itu mutlak adanya dan memiliki kekuasaan tebesar dan penuh.
Dalam segi Ilmu pengetahuan, seharusnya pada zaman pertengahan tersebut lebih menitik beratkan pada perkembangan ilmu pengetahuan menuju zaman selanjutnya karena pada zaman pertengahan ini telah banyak filsuf-filsuf yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar